perempuan
Perempuan
Gambar: Google.com |
Sebenarnya saya menulis ini atas dasar cerita teman lama yang berkabar bulan lalu, yang konon akan menikah bulan ini (27 Mei). Sedangkan saya saja, masih harus berkutat dengan dunia pencarian "diri" atas gelar kesarjanaan yang ingin cepat dibayar tuntas. Tapi tak jadi mengapa, sebab akan kutemui proses itu juga nantinya— ada sedikit rekaan yang kubuat tapi tak banyak. stttt baca saja!
“Maaf.”
“Untuk apa?”
“Aku t’lah
ingkar janji.”
“tak apa,
jangan kau ulangi lagi?”
“ya, aku
janji!”
“Mengapa di
dunia yang indah ini diciptakan janji? Bukankah ia hanya akan mencipta pengingkaran
yang berujung pada ke(sakit)an?”
“Tahu mengapa
Tuhan menciptakan iblis?”
Aku lalu terdiam. Kamu tahu aku selalu benci bila kamu
menjawab pertanyaanku dengan pertanyaan lain.
“Kau tahu,
apa yang paling khas dari perempuan?”
Sebongkah batu pertanyaan kamu lempar lagi. Terlalu
terlambat bagiku untuk menghindar. Kuputuskan untuk menjawab —sekenanya.
“Mereka begitu
perasa.”
“Kurasa bukan,
entah berapa banyak laki-laki perasa yang kutemui. Tak hanya perempuan”
“Maksudmu?”
“Bukan. Bukan
itu.”
“Mereka bisa
memikirkan dan melakukan banyak hal dalam satu waktu. Perempuan modern menyebutnya dengan multitasking”
“hmmm, Itu cuma
sanjungan palsu, apresiasi ‘gombal’ para lelaki yan sebagian malas
melakukan hal sederhana yang dibisanya”
“Lalu?
“Apa yang
paling khas dari perempuan?”
Batu pertanyaan yang sama, kembali mendarat di
keningku. Kali ini hantamannya agak keras. Aku terdiam. Keningku berkerut.
Bibirku beku. Entah apa yang membuatmu bertanya demikian.
Dan pada akhirnya, kau bicara.
“Kepastian.
Mereka membutuhkan kepastian lebih dari apapun.”
Komentar
Posting Komentar
Tinggalkan kesanmu, dan kritik aku