Bingkisan Ingatan

Gambar: Google.com
Ada satu ruang, 
Ruang ‘semesta’ namanya dan sejenak aku suka ruang itu. 
Sembilan bulan lamanya aku disana
setiap saat, dengan gembira ku 'sedot' setiap apa yang dicerna
Tuhan bilang, ruang semesta itu,
Ibu yang punya.
Dulu sekali aku sempat bertanya-tanya, dengan apa aku dicipta
Bapak bilang dengan cinta
Tuhan meniupkan roh dengan wajah tertawa riang, sebab ibuk senantiasa berdoa
Maka hadirlah aku mengintip dunia.
Ada yang berbisik lembut ditelingaku
Waktu itu, saat aku lahir, suara adzan teralun merdu ditelinga sebelah kanan
dan suara itu bapak yang alunkan.

      Surat kenangan Buat Ibu dan Bapak yang senantiasa mengajarkan saya bagaimana cara membaca, mengeja, serta menghargai setiap angka kehidupan mulai dari detik, melaju ke menit, melewati jam, merangkak menuju hari, bertemu bulan bahkan hingga menyapa tahun.
    Ibuk ingat? Apa makanan kesukaan saya? Sewaktu kecil hingga kini, nasi goreng sosis selalu menjadi permintaan wajib saat sarapan. Teh manis tubruk aroma melati menjadi pemanis yang selalu mengawali hari. Dan saya akui saat kuliah dan tak sempat pulang rumah, menu inilah yang saya rindu.
    Bapak ingat? Pertama kali saya masuk kuliah dan pertama menjadi anak kos? Saat itu Bapak mengantar segala barang di kamar saya untuk diboyong ke solo. Bapak bilang pindahkan semua barang yang membuat saya ingat dengan rumah, dengan begitu saya akan merasa nyaman.
      Ibuk ingat? Ibuk tidak pernah memaksa saya untuk menelan rupa-rupa daging yang jelas tak bisa saya lakukan sebab saya tak suka. Namun, walau saya menangis, ibuk memilih untuk menggembeskan sepeda saya dan menyuruh tetap tinggal di rumah daripada berangkat sekolah tanpa sarapan.
    Bapak ingat? Waktu apa yang paling saya tunggu? Yap, waktu ngeteh bersama bapak sambil mengobrol membahas bagaimana perkuliahan saya, pertemanan, hingga bagaimana kabar dosen dan komunitas apa yang sedang saya ikuti. Sambil sesekali Bapak meledek saya, tentang cowok mana yang berani tebar pesona, membuat saya kasmaran hingga lupa belajar.   
      Ibuk ingat? Saat pertama kali saya pergi dan menjadi anak rantau selama sebulan magang di Balai Bahasa Jakarta? Ibuk tidak berkeberatan menelepon saya setiap waktu hanya untuk sekedar mengingatkan saya jangan sampai telat makan, sebab saya punya maag. Saat itu Ibuk bilang, Jakarta lebih jauh dari Solo, jaga kesehatan jangan sampai jatuh sakit. Dan mengingatkan saya untuk tidur tepat waktu, agar tetap segar masuk kantor.

Bapak dan Ibuk pasti ingat. Saya juga. Tapi, sampai kapan kita bisa mengingat? Waktu hadir untuk menggerus memori yang tak jarang dibatasi oleh usia. Dan catatan pada surat kali ini, saya percaya tidak akan pernah ada habisnya. Hingga satu hari kelak, tatkala saya menikah dan hari-hari selepasnya, cerita saya, Ibuk dan  Bapak, akan terus berlanjut selayaknya laut yang tak pernah surut. Terima kasih, Ibuk, Bapak. Meski saya tahu, ucapan terima kasih tidak akan pernah sebanding dengan segala yang telah kalian lakukan dan berikan untuk saya bahkan sejak saya belum lahir untuk mengintip dunia.
Sehat, panjang umur, dan diberkahi selalu, Ibuk, Bapak. Semoga Allah senantiasa memudahkan, melancarkan, serta merestui segala urusan.

Desi Ela Putri Anggraini
(Putri sulungmu)

Komentar

Postingan Populer