Jatuh



Ada satu cerita yang belum sempat kuceritakan, tentang seseorang yang pernah kuingat masuk dan sempat bertamu “ke Rumah” ku yang paling rahasia, yaitu “Hati”.
Dan tentang sesuatu yang kurasa perlu diungkap atau barangkali terungkap, walau entah untuk siapa pesan ini kutujukan. 
Gambar: Google.com
Jika pernah kau baca tulisanku atau tuturku yang bicara bahwa jatuh cinta itu biasa saja, sebenarnya aku sedang berbohong, sungguh! Walaupun ini tak senada dengan apa yang kusuka, berkenaan dengan lagu ‘jatuh cinta itu biasa saja’ yang disampaikan dengan nada merdu oleh Efek Rumah Kaca yang saban waktu ku putar. Namun jujur bagian “Rumahku” paling rahasia yaitu ‘Hati’ tak pernah benar-benar menyapakati sebagian liriknya.

Ketika rindu
Menggebu-gebu
Kita menungguJatuh cinta itu biasa saja ~

Seandainya jatuh cinta semudah itu. Andai menjalani perasa-an jatuh cinta sesederhana itu. Sebab yang kutahu “jatuh” itu kata aktif yang berarti ada aktivitas fisik yang menimbulkan luka. Walau tak selamanya luka itu berdarah, namun dari aktivitasa itu akan timbul rasa, entah itu sakit atau hanya sekedar menuai kata ‘aduh’ yang tanpa efek berkelanjutan.
Namun aneh, entah bagaimana persisnya aktivitas ini membuatku suka, mungkin sebab yang ku’jatuh’kan adalah ‘hati’ —karena dalam hidup yang berhak ‘jatuh hanyalah hati’
Kau perlu tahu juga, sebenarnya tak banyak dari mereka yang mengaku jatuh cinta menjadi aktivitas paling menyenangkan, sebab salah satu temanku saja berkata bahwa “mengabari seseorang adalah aktivitas menyenangkan” tuturnya walau pada akhirnya kata itu terlelehkan oleh aktivitas lain. Walaupun menurutku tak ada aktivitas lain yang lebih syahdu daripada merapal namamu dalam setiap mantra dahsyat untuk kuadukan pada sang Pencipta.
Namun kuakui perasaan mahadahsyat ‘jatuh’ ini tak jarang membuat orang berperasa, yang entah bagaimana selalu bisa membuat manusia tiba-tiba merasa beruntung pernah dilahirkan kedunia. Dan, untuk sejenak berhenti mengutuki hidup yang tak pernah disyukuri. Perasaan yang melipatgandakan energi, sehingga hari seolah selalu fajar dan matahari selalu bersinar dengan cahayanya yang menenangkan, walau teriknya ‘tegas’ membakar kulit.
Barangkali itulah cara orang-orang yang ‘jatuh’ terlebih cinta, memandang dunia: dan kuakui akulah salah satu manusia itu. Dan aku pernah jatuh terlebih cinta pada senyum seseorang walau aku tak tahu, seberapa besar senyum itu jatuh membalasku. Tak apa mungkin benar kata Radya, aku hanya sedang menjadi sisi lain manusia, yang secara kodrati: mencintai atau dicintai 

kok ya melulu cerita 'menye' yang kutulis, maaf cuma sekedar menulis isi otak saja. 

Disela-sela waktu nyekripsi pada suasana ‘aduh’ di sudut kamar
Desi Ela

Komentar

  1. "Dan aku pernah jatuh terlebih cinta pada senyum seseorang walau aku tak tahu, seberapa besar senyum itu jatuh membalasku." -mu mengingatkanku tentang efek semion senyum, seperti bungan di dunia ini, berbagai macam
    dan mampir yuk ke adhewa.blogspot.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. sudah kusempatkan mampir di "bilik" puisi mu, jujur kau jauh lebih nyastrani ketimbang curhatan gak jelasku.

      Hapus
    2. menulis kalau bukan untuk curhat lalu apa? bahkan buku-buku teori, diktat, sampai skripsi itu adalah bagian dari curhatan... tulkah?

      Hapus
    3. awas jangan ngawur kamu nulis skripsi, kalau kata Mr. Zhang ziyi jangan sampai berimajinasi. Ndak jadi sesat pikir, fosilisasi ilmiah. hihihi
      Belum mahir otak-atik diksi koyo puisimu. wis titik.

      Hapus

Posting Komentar

Tinggalkan kesanmu, dan kritik aku

Postingan Populer